Beberapa Faedah Tentang Alas Kaki
1. Larangan Memakai Alas Kaki Hanya Sebelah Saja.
حَدَّثَنَا
يَحْيَي بْنُ يَحْيَي، قال: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ، عَنْ أَبِي
الزِّنَادِ، عَنْ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا يَمْشِ أَحَدُكُمْ
فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ لِيُنْعِلْهُمَا جَمِيعًا أَوْ لِيَخْلَعْهُمَا
جَمِيعًا "
Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata : Aku membacakan
kepada Maalik, dari Abuz-Zinaad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah :
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah salah seorang di antara kalian berjalan dengan satu sandal. Hendaklah ia memakainya semua atau melepaskannya semua” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2097].
An-Nawawiy rahimahullah berkata :
أن
العلماء قالوا : وسببه أن ذلك تشويه , ومُثْلَةٌ , ومخالف للوقار ، ولأن
المنتَعلة تصير أرفع من الأخرى ؛ فيعسر مشيه ، وربما كانت سببًا للعثار
“Para ulama berkata : Sebab pelarangannya adalah bahwa hal itu dapat memperburuk keadaan, menimbulkan penyakit (mutslah),
dan mengurangi kewibawaan. Sebab, dengan memakai sandal seperti itu
tubuh akan condong sebelah hingga menyulitkan saat ia berjalan. Bahkan
bisa menyebabkan terjatuh” [Syarh Shahiih Muslim, 14/301].
2. Bersemangat dalam Ketaatan pada Allah Meskipun Hanya Satu Langkah.
Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah
ditanya (terkait hadits di no. 1), beliau menjawab : “Dhahir pelarangan
menunjukkan pengharaman”. Penanya berkata : “Kadang-kadang satu sandal
ada di tempat lain dan yang satu ada di dekatnya (bolehkah memakai
sandal sebelahnya dulu, untuk kemudian berjalan menuju sandal yang lain)
?. Beliau menjawab : “Jangan engkau memakainya kecuali secara
bersamaan”. Penanya kembali berkata : “Meskipun hanya satu langkah saja
?”. Beliau rahimahullah berkata :
احرص على أن لا تعصي الله تعالى ولو بخطوة واحدة
“Bersemangatlah untuk tidak bermaksiat kepada Allah ta’ala meskipun hanya satu langkah” [sumber : sini].
Perkataan singkat yang patut ditulis dengan tinta emas.
3. Memakai Sandal Sambil Berdiri.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ أَبُو يَحْيَى، أَخْبَرَنَا أَبُو
أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ، عَنْ
أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْتَعِلَ الرَّجُلُ قَائِمًا "
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdirrahiim Abu Yahyaa : Telah
mengkhabarkan kepada kami Ahmad Az-Zubairiy : Telah menceritakan kepada
kami Ibraahiim bin Thahmaan, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir, ia berkata :
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang
laki-laki memakai sandal sambil berdiri” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud
no. 4135; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 2/528].
Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullah berkata :
أما
حديث جابر رضي الله عنه الذي رواه أبو داود أن النبي صلى الله عليه وسلم
نهى أن ينتعل الرجل قائما فهذا في نعل يحتاج إلى معالجة في إدخاله في الرجل
لأن الإنسان لو انتعل قائما والنعل يحتاج إلى معالجة فربما يسقط إذا رفع
رجله ليصلح النعل أما النعال المعروفة الآن فلا بأس أن ينتعل الإنسان وهو
قائم ولا يدخل ذلك في النهي لأن نعالنا الموجودة يسهل خلعها ولبسها والله
الموفق
“Adapun hadits Jaabir radliyallaahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Abu Daawud, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang
seorang laki-laki memakai sandal sambil berdiri, maka ini berlaku pada
sandal yang membutuhkan bantuan tangan untuk memasukkannya ke kaki. Hal
itu dikarenakan seseorang seandainya memakai sandal sambil berdiri dan
sandal tersebut membutuhkan bantuan tangan untuk memasukkannya, maka
bisa terjatuh ketika ia mengangkat kakinya untuk membetulkan sandalnya.
Adapun sandal yang seperti model-model sekarang (misal : sandal jepit – Abul-Jauzaa’),
maka tidak mengapa seseorang memakainya sambil berdiri. Hal itu tidak
masuk dalam larangan, karena sandal-sandal kita tersebut mudah untuk
dilepas dan dipakai. Wallaahul-muwaffiq” [Syarh Riyaadlush-Shaalihiin, hadits no. 1651].
4. Cara Berpartisipasi Menyelisihi Orang Yahudi : Shalat dengan Memakai Sandal atau Sepatu.
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ
الْفَزَارِيُّ، عَنْ هِلَالِ بْنِ مَيْمُونٍ الرَّمْلِيِّ، عَنْ يَعْلَى
بْنِ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " خَالِفُوا الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ لَا
يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَلَا خِفَافِهِمْ "
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan
kepada kami Marwaan bin Mu’aawiyyah Al-Fazaariy, dari Hilaal bin maimuun
Ar-Ramliy, dari Ya’laa bin Sayddaad bin Aus, dari ayahnya, ia berkata :
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Selisilah oleh kalian orang-orang Yahudi, karena mereka tidak shalat dengan mengenakan sandal-sandal dan khuff-khuff mereka” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 652; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 1/193].
5. Mencatat di atas Sandal.
أَخْبَرَنَا
مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيل، حَدَّثَنَا مَنْدَلُ بْنُ عَلِيٍّ
الْعَنَزِيُّ، حَدَّثَنِي جَعْفَرُ بْنُ أَبِي الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ
بْنِ جُبَيْرٍ، قَالَ: " كُنْتُ أَجْلِسُ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَأَكْتُبُ
فِي الصَّحِيفَةِ حَتَّى تَمْتَلِئَ، ثُمَّ أَقْلِبُ نَعْلَيَّ فَأَكْتُبُ
فِي ظُهُورِهِمَا "
Telah
mengkhabarkan kepada kami Maalik bin Ismaa’iil : Telah menceritakan
kepada kami Mandal bin ‘Aliy Al-‘Anaziy : Telah menceritakan kepadaku
Ja’far bin Abil-Mughiirah, dari Sa’iid bin Jubair, ia berkata : “Aku
pernah duduk di hadapan Ibnu ‘Abbaas (untuk mendengarkan ilmu yang
disampaikannya). Kemudian aku menulis di atas lembaran kertas hingga
penuh. Kemudian aku balikkan kedua sandalku, lalu aku menulis di bagian
atasnya” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 203].
Sanadnya lemah dikarenakan Mandal bin ‘Aliy Al-‘Anaziy, akan tetapi ia dikuatkan oleh diwayat di bawah :
أَخْبَرَنَا
إِسْمَاعِيل بْنُ أَبَانَ، عَنْ يَعْقُوبَ الْقُمِّيِّ، عَنْ جَعْفَرِ
بْنِ أَبِي الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، قَالَ: " كُنْتُ
أَكْتُبُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي صَحِيفَةٍ،
وَأَكْتُبُ فِي نَعْلَيَّ "
Telah
mengkhabarkan kepada kami Ismaa’iil bin Abaan, dari Ya’quub Al-Qummiy,
dari Ja’far bin Abil-Mughiirah, dari Sa’iid bin Jubair, ia berkata :
“Aku pernah menulis di sisi Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhu di atas lembaran kertas, dan aku juga menulis di atas sandalku” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 202].
6. Ciri-Ciri Orang yang Diperangi Kaum Muslimin di Akhir Jaman adalah Memakai Sandal Bulu.
حَدَّثَنَا
أَبُو النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ، قَالَ: سَمِعْتُ
الْحَسَنَ، يَقُولُ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ تَغْلِبَ، قَالَ: قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ
السَّاعَةِ أَنْ تُقَاتِلُوا قَوْمًا يَنْتَعِلُونَ نِعَالَ الشَّعَرِ،
وَإِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ تُقَاتِلُوا قَوْمًا عِرَاضَ
الْوُجُوهِ، كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ "
Telah
menceritakan kepada kami Abun-Nu’maan : Telah menceritakan kepada kami
Jariir bin Haazim, ia berkata : Aku mendengar Al-Hasan berkata : Telah
menceritakan kepada kami ‘Amru bin Tsa’lab, ia berkata : Telah bersabda
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya termasuk
tanda-tanda hari kiamat adalah kalian memerangi kaum yang mengenakan
sandal yang terbuat dari bulu. Dan sesungguhnya termasuk di antara
tanda-tanda hari kiamat adalah kalian memerangi satu kaum yang berwajah
lebar, yang seakan-akan wajah mereka seperti perisai yang dilapisi kulit” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2927].
7. Sesekali ‘Nyeker’.
حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا
الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ أَنَّ رَجُلًا مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحَلَ إِلَى
فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ وَهُوَ بِمِصْرَ، فَقَدِمَ عَلَيْهِ فَقَالَ:
أَمَا إِنِّي لَمْ آتِكَ زَائِرًا وَلَكِنِّي سَمِعْتُ أَنَا وَأَنْتَ
حَدِيثًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجَوْتُ
أَنْ يَكُونَ عِنْدَكَ مِنْهُ عِلْمٌ، قَالَ: وَمَا هُوَ؟ قَالَ: كَذَا
وَكَذَا، قَالَ: فَمَا لِي أَرَاكَ شَعِثًا وَأَنْتَ أَمِيرُ الْأَرْضِ؟
قَالَ: " إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَنْهَانَا عَنْ كَثِيرٍ مِنَ الْإِرْفَاهِ، قَالَ: فَمَا لِي لَا أَرَى
عَلَيْكَ حِذَاءً؟ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا أَنْ نَحْتَفِيَ أَحْيَانًا "
Telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Aliy : Telah menceritkan kepada
kami Yaziid bin Haaruun : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Jurairiy,
dari ‘Abdullah bin Buraidah : Bahwasannya ada seorang laki-laki dari
kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi
Fadlaalah bin ‘Ubaid di Mesir. Lalu ia tiba di tempatnya dan berkata :
“Sesungguhnya aku tidaklah mendatangimu untuk berziarah. Akan tetapi aku
dan kamu telah mendengar sebuah hadits dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
yang aku harap engkau mempunyai ilmu tentangnya (untuk menjelaskannya
padaku)”. Fadlaalah bertanya : “Apa itu ?”. Orang itu berkata : “Begini
dan begitu”. Ia meneruskan : “Mengapa aku melihatmu rambutmu kusut,
padahal engkau salah seorang pemimpin di muka bumi ?”. Fadlaalah
menjawab : “Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang
kita sering-sering menyisir rambut”. Orang itu kembali bertanya :
“Mengapa aku tidak melihatmu mengenakan sepatu ?”. Fadlaalah menjawab :
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita agar sesekali untuk bertelanjang kaki” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4160; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/535 dan Al-Arna’uth dalam Tahqiiq & Takhriij Sunan Abi Daawud 6/237-238].
Diriwayatkan juga oleh Ahmad, Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 6102 & 6467 dan dalam Al-Aadaab no. , Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaad wal-Matsaaniy 5/350-351 no. 2929, Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah no. 7281.
Perintah dalam hadits di atas adalah ‘sesekali’ (kadang-kadang), karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan kita untuk lebih sering memakai alas kaki :
حَدَّثَنِي
سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَعْيَنَ، حَدَّثَنَا
مَعْقِلٌ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، قال: سَمِعْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي غَزْوَةٍ غَزَوْنَاهَا:
اسْتَكْثِرُوا مِنَ النِّعَالِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ لَا يَزَالُ رَاكِبًا
مَا انْتَعَلَ
Telah
menceritakan kepadaku Salamah bin Syabiib : Telah menceritakan kepada
kami Al-Hasan bin A’yan : Telah menceritakan kepada kami Ma’qil, dari
Abuz-Zubair, dari Jaabir, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam satu peperangan yang kami ikut di dalamnya : “Perbanyaklah memakai sandal, karena seseorang senantiasa di atas kendaraannya jika ia memakai sandal” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2096].
8. Ketika Tali Sandal Berbicara.
أَخْبَرَنَا
أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرٍ الْقَطِيعِيُّ، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، ثَنَا وَكِيعٌ، ثَنَا
الْقَاسِمُ بْنُ الْفَضْلِ الْحَرَّانِيُّ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ
الْعَبْدِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآَلِهِ وَسَلَّمَ:
" وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تُكَلِّمَ
السِّبَاعُ الإِنْسَانَ، وَحَتَّى تُكَلِّمَ الرَّجُلَ عَذْبَةُ سَوْطِهِ،
وَشِرَاكِ نَعْلِهِ، وَتُخْبِرُهُ بِمَا أَحْدَثَ أَهْلُهُ مِنْ بَعْدِهِ "
Telah
mengkhabarkan kepafa kami Ahmad bin Ja’far Al-Qathii’iy : Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Telah
menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepada kami Wakii’ :
Telah menceritakan kepada kami Al-Qaasim bin Al-Fadhl Al-Harraaniy, dari
Abu Nadlrah Al-‘Abdiy, dari Abu sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam : “Demi
Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidak akan tegak hari kiamat hingga
binatang-binatang buas berbicara kepada manusia; dan hingga ujung
cambuk dan tali sandal berbicara pada seseorang untuk mengkhabarkan
kepadanya apa yang diperbuat keluarganya setelah kepergiannya” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim, 4/467-468; dan ia berkata : “Shahih sesuai persyaratan Muslim, namun ia tidak mengeluarkannya”].
9. Para Ulama yang Berprofesi Sebagai Tukang Sepatu (Al-Hadzdzaa’).
Banyak ulama yang punya profesi sebagai tukang sepatu hingga dijuluki Al-Hadzdzaa’. Di antaranya adalah :
a. Khaalid bin Mihraan Al-Hadzdzaa’. Ia seorang ulama, imam, haafidh, lagi tsiqah dari generasi taabi’’in.
Wafat tahun 141 H. Riwayatnya dipakai oleh iman enam (Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah).
b. Sa’iid bin Yahyaa bin Mahdiy, Abu Sufyaan Al-Humairiy Al-Hadzdzaa’. Ia seorang ulama yang jujur dari generasi atbaa’ut-taabi’iin. Wafat tahun 202 H. Riwayatnya dipakai oleh Al-Bukhaariy dan At-Tirmidziy.
c. Katsiir bin ‘Ubaid bin Numair, Abul-Hasan Al-Himshiy Al-Hadzdzaa’. Ia seorang ulama yang dijadikan panutan lagi tsiqah.
Ia dipercaya menjadi imam masjid negeri Himsh di jamannya. Wafat tahun
250 H. Riwayatnya dipakai oleh Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah.
d. Dan lain-lain.
Oleh
karena itu, kita tidak perlu malu atau kecil hati seandainya berprofesi
sebagai tukang sepatu/sol sepatu atau bahkan lebih ‘rendah’ daripada
itu. Right ?.
10. Alasan Sebagian Ulama Memasukkan Bahasan Mengusap Khuff dalam Kitab ‘Aqidah yang Mereka Tulis.
Ada beberapa ulama yang memasukkan permasalahan disyari’atkannya mengusap dua khuff ketika bersuci dalam kitab-kitab ‘aqidah mereka. Misalnya : Al-Marwadziy dalam As-Sunnah, Abul-Hasan Al-Asy’ariy dalam Al-Ibaanah ‘an Ushuulid-Diyaanah, Al-Barbahaariy dalam Syarhus-Sunnah, dan yang lainnya.
Mengapa ?. Di antara sebabnya adalah pengingkaran pensyari’atan (kebolehan) mengusap dua khuff tersebut merupakan sebagian syi’ar beberapa kelompok ahlul-bida’.[1] Al-Marwaziy rahimahullah berkata :
قال
أبو عبد الله وقد أنكر طوائف من أهل الأهواء والبدع من الخوارج والروافض
المسح على الخفين وزعموا أن ذلك خلاف لكتاب الله ومن أنكر ذلك لزمه إنكار
جميع ما ذكرنا من السنن وغير ذلك مما لم نذكر وذلك خروج من جماعة أهل
الإسلام
“Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal) berkata : ‘Beberapa kelompok ahlul-ahwaa’ wal-bida’ (pengikut hawa nafsu dan kebid’ahan) dari kalangan Khawaarij dan Raafidlah telah mengingkari pensyari’atan mengusap dua khuff.
Mereka menyangka bahwa hal itu bertentangan dengan Kitabullah. Dan
siapa saja yang mengingkarinya, mengkonsekuensikan pengingkaran terhadap
seluruh apa yang kami sebutkan atau yang tidak kami sebutkan dari
sunnah (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam). Dan hal itu berarti keluar dari jama’ah Ahlul-Islaam” [As-Sunnah].
Semoga yang sedikit ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – 23012012 – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta].
[1] Faedah ini pertama kali saya dengar dari guru saya tercinta, Al-Ustaadz Yaziid Jawas hafidhahullah. Semoga Allah ta’ala membalas beliau dengan kebaikan.
0 comments:
Post a Comment