Jalani skenario yang telah ALLAH SWT tetapkan, jangan pernah anda sesekalipun menyesali apa yang telah ALLAH beri. Menataplah selalu pada kaca masa depan anda

Wednesday, January 25, 2012

Paham demokrasi pancasila dan demokrasi liberal


Paham Demokrasi Pancasila dan Demokrasi Liberal PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Zebulon Gobay, SH.   
Senin, 06 Juni 2011 20:13
Oleh : Zebulon Gobay, SH.

Sejak masa reformasi, Indonesia sudah menyelenggarakan tiga kali pemilu legislatif, dan tiga kali pemilu presiden (pilpres), serta ratusan kali pemilukada gubernur, bupati dan walikota. Namun, banyak warga yang pesimis terhadap masa depan demokrasi yang digagas oleh bangsa Indonesia yang tidak demokratis. Pesimis karena tidak membawa perubahan, terutama mengenai kesejahteraan rakyat, keadilan, korupsi, supremasi hukum, dan penegakan HAM. Pro-kontra pun terus mencuat di permukaan dan ebagian kalangan juga menilai bahwa demokrasi yang sedang digagas saat ini tidak relevan dengan budaya dan kharakter bangsa dan negara Indonesia. Demokrasi Indonesia terlihat sudah jauh melenceng dari apa yang dicita-citakan the founding father. Bangsa dan negara ini sudah mengadopsi bulat-bulat demokrasi liberal ara Barat. Hal ini nampak sejak MPR yang dipimpin Amin Rais. Di mana UUD 1945 kita telah dilakukan empat kali perubahan namun konstitusi itu pun masih saja dikontaminasi dengan idiologi Barat yang cenderung terperangkap dalam demokrasi liberal. Paham demokrasi Pancasila yang berlangsung saat ini bagi sebagian kalangan menilai sangat meresahkan dan euphoria politik pun menyita energi bangsa yang justru kontra produktif. Sedangkan upaya dalam pencapaian kesejahteraan dan ketertiban serta kenyamanan masyarakat belum ditempatkan sebagai prioritas yang kesekian. Euphoria politik ini ditandai kelembagaan yang terlalu gemuk, lembaga yang tidak fungsional, bahkan terjadi tarik-menarik kepentingan politik dan kekuasaan antar lembaga negara, serta egoisme sektoral yang sangat muguat. Negara kemudian menguras dan menghabiskan uang negara dan rakyat yang nilainya super besar karena tindakan kejahatan korupsi dan suap menyuap. Sedangkan kehadiran lembaga-lembaga negara itu pun kurang dipercaya masyarakat. Di satu sisi demokrasi Pancasila masih dirasakan sebagai ironi, tetapi sebagian besar warga negara kita yang belum apresiasi pada proses demokrasi yang kini digagas bangsa dan negara ini. Dua arus idiologi personal tersebut seharusnya disikapi dengan bijak dan proporsional dan terus dilestarikan. Sehingga demokrasi Pancasila bisa benar-benar menjadi sebuah idiologi yang terinternalisasi dalam berpikir setiap warga bangsa dan negara dan dijadikan juga sebagai pedoman hidup dalam berbangsa dan bernegara.

Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang dijiwai dan disemangati oleh sila-sila Pancasila serta berasal dari kepribadian dan falsafah hidup bangsa yang sudah diwujudkan dalam ketentuan-ketentuan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, yang dijabarkan dalam ketentuan-ketentuan pelaksanaannya. Gagasan Ir. Soekarno tentang nilai-nilai Pancasila itu sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial dan budaya masyarakat pada saat itu, sehingga yang ada hanya pusaran pertarungan dua ideologi besar dunia yang sangat berbeda, yaitu sosialisme-komunis dan liberalisme-kapitalis. Ir. Soekarno tidak mengadopsi salah satu di antara dua ideologi tersebut, melainkan dia kemudian menyaring yang terbaik dari kedua ideologi tersebut yang bahkan disesuaikan pula dengan nilai-nilai budaya lokal dan kharakter bangsa saat itu.
Namun budaya musyawarah dan mufakat sebuah bangsa yang kurang ditingkatkan oleh generasi berikutnya, sebagaimana yang saat ini terjadi. Musyawarah dianggap menjadi usang ketika demokrasi liberal menjadi rujuhkan utama. Hal inilah yang banyak kalangan sedang mesoalkan termasuk lembaga-lembaga tinggi negara di pusat maupun daerah di Papua belum lama ini karena tidak lagi mengikuti nilai-nilai Pancasila yang murni dan konsekuen seperti yang digagas sebelumnya. Gonjang-ganjing politik pertarungan dan kekuasaan merupakan penyebab dari tidak taatnya nilai-nilai Pancasila yang digagas para pendiri bangsa dan negara ini. Paham Demokrasi Pancasila digagas the founding father dan demokrasi liberal ini pun kemudian digagas oleh negara-negara dunia Barat yang membawah bangsa ini menuju ke depan the door of independent gateway sebagaimana yang dicetus para anggota (BPUPKI) yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah UUD yang sah dan resmi yang diundangkan sejak 18 Agustus 1945 kala itu.

Nilai-nilai Demokrasi
Demokrasi yang digagas para filsuf di barat bukan sekedar prosedur atau modus, tetapi merupakan sebuah tujuan berbangsa dan bernegara. Sepintas memang demokrasi tersebut tidak dimaksudkan apa-apa untuk memaknai sebagai sarana atau alat, bila perspektif kita dalam rangka mencari kepentingan dan kekuasaan. Namun bila kita merujuk pada tujuan akhir bernegara yaitu keadilan dan kemakmuran, maka ada nilai yang harus dicapai. Olehnya, persoalan yang dihadapi bangsa dan negara ini. Apakah demokrasi dimaksud ini sejalan dengan Pancasila dan penjelasan UUD 1945. Sejatinya nilai-nilai demokrasi Pancasila merupakan bagian dari sebuah hakekat dan legitimasi dari pokok-pokok pikiran dan urat nadi dari sila-sila Pancasila yang prinsipnya adalah untuk ketuhanan, kemanusiaan, kesetaraan, kerakyatan dan keadilan sosial. Karena itulah maka nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat keseluruhan ini seharusnya patut dipraktekkan. Nilai-nilai demokrasi dapat dijunjung tinggi dan sekaligus ditempatkan pada tingkat yang lebih tinggi sehingga nilai-nilai Pancasila tersebut benar-benar diterima semua pihak.
Setidaknya ada empat nilai demokrasi seperti yang digagas negara barat, yang dapat kita uji apakah nilai-nilai tersebut tercantum dalam UUD 1945 (yang asli) atau sebaliknya. Pertama, kedaulatan rakyat. kedaulatan dalam pemerintahan ada di tangan rakyat, bukan berarti di tangan segelintir orang. Hal ini sejalan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang mengatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Kedua, kebebasan menjalankan hakekat dan nilai prinsipal tertinggi dari nilai kemanusiaan, yaitu mengenai beragama dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dan pendapat di muka umum, baik langsung maupun tak langsung. Hal ini sejalan dengan UUD 1945 pasal 28 dan pasal 29 tentang kebebasan berkumpul dan memilih agama dan kepercayaan. Ketiga, kesetaraan yaitu kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 27 yang menentang prinsip kesamaan setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan. Keempat, supremasi hukum, yaitu tidak ada kekuatan politik yang dapat melampaui kekuasaan hukum. Hal itu juga termaktub dalam penjelasan UUD 1945 yaitu mengatakan negara kita adalah negara hukum (reghstaat) dan bukan negara kekuasaan belaka (maghstaat).
Bila UUD 1945 (asli) ingin dijadikan sebagai rujukan utama demokrasi Pancasila dan bukan sebagai demokrasi liberal, maka tidaklah cukup karena demokrasi yang digagas tersebut bertentangan dengan cita-cita (the founding fathe) tetapi sebaliknya, karena Pancasila juga mengandung nilai-nilai demokrasi. Berkurangnya kebiasaan bermusyawarah untuk mufakat bukan disebabkan demokrasi kita yang terliberalisasi, tetapi lebih pada sikap pragmatisme politik para politisi pusat dan daerah di Papua yang terkadang kurang diperaktekkan. Padahal sikap seperti itu sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang sudah termaktub terutama yang menyangkut nilai kesetaraan.
Sebenarnya persoalan utama bagi bangsa dan negara ini adalah tidak menerapkan nilai-nilai demokrasi Pancasila yang universal dalam praktik berbangsa dan bernegara secara baik sebagaimana yang diinginkan. Sedangkan demokrasi yang dijalankan saat ini adalah hanya baru pada tahap prosedural sehingga substansi dari sebuah nilai menjadi kehilangan makna tatkala formalitas legalistik yang ditonjolkan. Dalam hal kedaulatan rakyat misalnya, apakah setiap penyelenggaraan pemilu dimaksud mencerminkan yang berdaulat adalah rakyat. Agaknya tidak menurut penulis opini ini sebab pemilu legislatif, pemilu presiden maupun pemilukada gubernur, bupati dan walikota di seluruh Indonesia umumnya dan di Papua khususnya masih saja sarat dengan berbagai kecurangan dan manipulasi, sehingga kedaulatan rakyat seringkali terbendung oleh rekayasa prosedural dan manipulasi substansial. Dengan demikian, maka yang terjadi bukan demokrasi murni dan konsekuen namun ara demokrasi liberal. Begitu juga dengan nilai yang lain, seperti kebebasan dan otonomisasi, seolah-olah semua bebas dalam memeluk agama dan bisa menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan, nyatanya tidak terbukti demikian sesuai yang diharapkannya. Hal yang sama dengan kesetaraan dan supremasi hukum, bahkan belum juga beranjak ke legalitas formal yang tidak menyentuh substansi nilai-nilai Pancasilatersebut.
Akhirnya bahwa sebuah kata demokratis dalam arti yang sesungguhnya memang sulit untuk dipraktekkan di dunia permukaan. Demokratisasi tidak akan pernah berhenti karena hal itu merupakan sebuah cita-cita, sama dengan tujuan berbangsa yang tidak akan pernah tercapai karena sifatnya yang sangat abstrak. Tetapi terpenting dari semua ini adalah harus berkesadaran idiologi, konstitusi dan hukum dalam mengembangkan nilai-nilai demokrasi Pancasila dan UUD 1945 tersebut sehingga pada akhirnya nanti demokrasi Pancasila itu bukan sekedar prosedur dan sarana semata, tetapi diharapkan untuk tetap dilestarikan, syalom.

0 comments:

comments

Total Pageviews

PR